Kelima pandangan berdosa KH dari HTI di Republik Indonesia Imam Jazuli
Kelima pandangan berdosa KH tentang HTI di Republik Indonesia. Jiazu Li Imam (Imam Jazuli)
Penulis: Direktur Jakarta Islah Center MujahidinNur.
Untuk mengevaluasi secara objektif Hizbullah (HTI) di Indonesia, kita harus melakukan pemeriksaan yang cermat untuk menghindari kesalahpahaman bahwa itu adalah sebuah organisasi. Setidaknya dua pandangan harus dilihat secara bersamaan: HTI terkait dengan kehidupan beragama dan HTI terkait dengan kehidupan nasional. Karena makna keduanya dalam kehidupan nyata saling bertentangan. Ini kadang-kadang tidak dapat dicapai oleh publik, sehingga beberapa orang berpikir tidak sulit untuk bergabung dengan organisasi multinasional yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani, yang sekarang dilarang di Republik Indonesia. Kebanyakan Muslim Sunni Indonesia. Bahkan, ada banyak persimpangan antara HTI dan kelompok agama lain seperti NU. HTI tidak peduli apakah orang memiliki kasus furu’iyyah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika anggota HTI juga merayakan Maulid, Tahlilan, Yasinan, dan membaca praktik Qunut dan Ahlussunnah wal Jamaah yang umum diadopsi.
Dalam upacara penyembahan, anggota HTI tidak bersatu. Beberapa orang menggunakan Qunut untuk shalat Subuh, yang lain tidak. Beberapa orang merayakan Maulid, beberapa tidak, beberapa lainnya. Sebelum masuk HTI, fakta ini dipengaruhi oleh budaya agama masing-masing. Mereka datang dari Nahdliyin, Muhammadiyah, Persis, Tarbiyah dan lainnya. Jika lingkaran Nahdlatul Ulama dan Nahdliyin selalu ditetapkan sebagai “agen politik” pemerintah dan dengan tegas mendukung mereka, maka HTI adalah kebalikan mereka. Sejak awal, HTI tidak berdiri di belakang pemerintah, tetapi memposisikan dirinya sebagai “parasit” pemerintah, yang mencoba menghancurkan ideologi nasional (Pancilla) dan menggantinya dengan sistem Shiraz. Pada poin kedua, menarik untuk melihat seberapa besar hubungan antara HTI dan kehidupan nasional dari perspektif KH. Imam Jazuli adalah seorang sarjana muda dari NU. Baru-baru ini, ia sering muncul melalui tulisannya wacana baru yang berkaitan dengan isu-isu Islam dan etnis. Alumni dari Universitas Al-Azhar (S1) di Mesir, Universitas Kebangsaan di Malaysia dan Universitas Mali (S2) di Universitas Hizbut Tahrir di Indonesia telah melakukan “kejahatan berat” terhadap “Republik Indonesia” sebagai anggota komunitas etnis Kebanyakan orang Indonesia adalah Muslim Indonesia. -Sebagai seseorang yang secara langsung terlibat dalam kegiatan masyarakat, Kaii Jazuli tahu betul peran Hizbut Tahrir pada peta masyarakat Islam dan kerusakan yang ditimbulkannya atas nama agama. KH. Imam Jazuli adalah penjaga Bina Insan Mulia, sebuah pesantren di Cirebon, dan wakil ketua pusat Rabithah al-Ma’ahid al-Islamiyyah (Persatuan Pesantren Indonesia). Dia juga anggota dewan direksi Nahdlatul Ulama (PBNU) dari 2010 hingga 2015. Kiai Imam Jazuli mengandalkan latar belakang akademis dan organisasi yang cerdas, studi mendalam tentang buku-buku klasik (buku kuning), sering menggunakan pisau tajam untuk menganalisis kesalahan HTI.
Ada lima “kejahatan berat” di sini. HTI menentang satu negara Republik Indonesia menurut KH. Imam Jazuli setidaknya bisa menjadi citra kita, jangan tertipu oleh “godaan manis” HTI atas nama Islam:

1. Konspirasi / Pengkhianatan
Dalam banyak kasus, HTI Pancasila dan UUD 1945 dilarang sebagai ideologi nasional. Faktanya, organisasi itu menyebutnya negara Thaghut karena tidak diatur oleh hukum Tuhan, dan karena itu tidak mau mengakui pemerintah Indonesia. Hizbullah mengutuk demokrasi, dan siapa pun yang mendukung demokrasi dianggap kafir. Menurut mereka, Allah adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang menerima dan dapat menjamin implementasi hukum Tuhan. Yayasan mereka adalah QS. al-Maidah: 44 Membaca: وَمَنْ لَمْ يَحْكْمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ ُُُُُُُُ “