Menarik aset korup melalui MLA dan AEoI

Penulis: Ketua MPR RI Bambang Soesatyo,

TRIBUNNEWS.COM- saat pemerintah mengumumkan niatnya untuk memulai kembali tim pemburu korupsi (TPK) dan aset lain di tanah air, sebuah langkah untuk mengingatkan mantan pemilik aset Bank Century beberapa Sebuah tim peneliti dari banyak orang dibentuk di banyak negara bertahun-tahun yang lalu. Karena kinerja tim riset aset Century tidak sesuai ekspektasi, banyak kalangan menyarankan agar pemerintah belajar dari kegagalan ini — masyarakat sudah lama menyadari bahwa tidak mudah memulihkan aset unsur koruptor yang tersembunyi di lembaga lain. Ini membutuhkan banyak pekerjaan dan biasanya membutuhkan banyak uang. Sebelum melakukan ini, Dubes RI dari negara tempat aset itu dipegang harus bersifat diplomatik. -Diplomasi tidak selalu mudah. Hanya ada kendala. Misalnya, otoritas yang berwenang di negara yang bersangkutan tidak bekerjasama atau melanggar prinsip kerahasiaan bank. Karenanya, dari dulu hingga sekarang, upaya pemindahan aset koruptor dari negara lain tidak banyak berpengaruh. Bahkan tim Century Asset Hunting dianggap gagal. Yang ini. Tujuan TPK tidak hanya untuk menemukan oknum koruptor, tetapi juga untuk menemukan aset-aset tersembunyinya di berbagai negara / kawasan — masyarakat (terutama pengamat) sudah lama mengetahui negara mana yang biasanya menyembunyikan barang curian. Namun, semua orang juga tahu betapa sulitnya menarik aset-aset tersebut meskipun hubungan antara negara dan Indonesia sangat harmonis.

Nah, saat pemerintah kembali berupaya memburu aset oknum koruptor, masyarakat pasti mendukung niat tersebut. Namun dilihat dari sederet kegagalan di masa lalu, pembentukan TPK membutuhkan kajian yang cermat. Padahal, reformasi sistem pertukaran informasi keuangan antarnegara justru mendorong upaya tersebut. Artinya, secara teknis, deteksi aset sekarang lebih mudah. Namun demikian, dalam pembentukan TPK tetap perlu dikaji secara cermat, terutama untuk menghindari human error. Memang, fakta sejarah membuktikan bahwa perburuan tersangka korupsi dan harta benda mereka di negara lain seringkali gagal hanya karena human error atau kelalaian anggota kelompok pemburu yang tidak etis. Ini berarti bahwa berburu tidak hanya membutuhkan sinergi yang efektif antar agensi, tetapi juga tim yang memiliki atau tidak memiliki minat sendiri. Jika anggota tim terlibat dalam konflik kepentingan, hasil pekerjaan ini akan sepele.

Ada beberapa kasus yang perlu dipelajari. Beberapa tahun yang lalu, dalam proses pengambilan aset korup dari sebuah bank di Swiss, dengan bantuan KBRI Jakarta di Swiss, segala upaya dan kemajuan tim pemburu langsung terhenti, dan Jakarta tiba-tiba berhenti beroperasi. Peran dan fungsi Duta Besar Indonesia untuk Swiss dibatalkan. -Jakarta kemudian menunjuk orang lain sebagai wakil resmi pemerintah Indonesia. Pekerjaan seperti itu tidak dapat diterima oleh otoritas Swiss, dan proses penarikan aset terhenti. Peristiwa itu menghebohkan setelah Dubes RI untuk Swiss mengaku bersalah di Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *